Sudah
bukan rahasia kalau biaya hidup di Jepang mahal banget, sampai-sampai
Jepang dinobatkan menjadi negara termahal didunia. Tapi masih banyak
saja yang datang ke Jepang. Buat Juragan yang tinggal Jepang, saya mau
tanya, sampai kapan mau tinggal di Jepang? Sebelum memutuskan tinggal
terus di Jepang atau kembali ke Indonesia, harus dipikirkan
matang-matang. Kenapa?? Jawab sendiri ya …
Kali
ini saya mau membahas tentang nasibnya orang mati di Jepang. Walaupun
banyak orang Jepang yang mati bunuh diri, tapi jangan anggap mati itu
murah di Jepang, mahall banget.
Umumnya
orang Jepang dimakamkan secara Budha, yaitu dengan dibakar, dan abunya
akan dimasukkan ke dalam sebuah pot yang terbuat dari keramik. Tempat
abu ini kemudian diletakkan di nisan kuburan bersama tempat abu anggota
keluarganya yang telah meninggal sebelumnya. Selain terkait masalah
keagamaan, cara ini juga dilakukan karena terbatasnya tanah yang dapat
dijadikan lahan pemakaman di Jepang. Orang hidup saja
berdesak-desakkan, apalagi orang yang sudah meninggal.
Harga
sebuah tempat pemakaman di Jepang berkisar antara 2 juta yen sampai
7juta yen, lebih mahal dari harga rumah ya, terus setiap tahunnya harus
membayar biaya administrasi sampai 50 ribu yen. Ck ck ck…. Harga ini
belum termasuk batu nisan yang harganya sampai jutaan yen pula. Tetapi
setiap keluarga hanya butuh satu nisan yang dapat dipakai turun
temurun. Tapi bagi orang kaya, ada juga yang memilih untuk memiliki
nisan sendiri-sendiri.
Selain
itu, upacara kematian juga tak kalah mahalnya. Keluarga orang yang
meninggal akan memanggil pendeta atau biksu untuk mengurus jenazah,
mulai dari kremasi, mendoakan arwah, sampai memasukkan abu ke dalam
nisan. Harga yang harus dibayar mencapai 2 juta yen. Walaupun ada
sumbangan dari orang yang datang melayat, tapi tetap tidak akan cukup
untuk membayar semua keperluan pemakaman, apalagi pemerintah hanya
memberi uang duka 50 ribu yen, saking mahalnya, orang Jepang yang bukan
Kristen pun mulai beralih menggunakan rumah duka yang harganya lebih
murah.
Mungkin
ada Juragan yang bertanya, buat anak-anak apakah tarifnya dibedakan?
Beda, tapi tidak terlalu jauh beda harganya. Kalau anak-anak yang
meninggal dibawah umur 16 tahun, dimakamnya suka diletakkan
boneka-boneka gitu, terus didepan makamnya biasanya diletakkan sesaji
berupa mainan dan makanan.
Jepang
terkenal dengan teknologinya yang hebat banget, yang bisa menikmati
teknologi tidak cuma orang yang masih hidup, yang sudah meninggal pun
bisa. Mungkin bingung kan, bagaimana caranya?
Ada
system QR codes, yaitu berupa bar code yang diletakkan pada batu
nisan, yang jika di scan maka akan menampilkan data-data tentang orang
yang dimakamkan disitu, bisa juga menyimpan video dan foto-foto.
Ada
pula penerapan teknologi RFID (Radio Frequency Identification) ke
rumah pemakaman. Setelah jenazah dibakar, abunya dimasukkan ke dalam pot
maka pot tersebut akan disimpan di dalam gudang. Ketika akan melakukan
sembahyang untuk orang yang sudah meninggal tersebut, cukup
menggunakan kartu RFID maka melalui sistim yang ada, pot tersebut akan
dikeluarkan dari dalam gudang ke altar tempat persemayaman. Dan jika
sudah selesai, pot tersebut akan dibawa kembali ke dalam gudang.
Bagaimana
nasib homeless dan orang yang tidak memiliki keluarga? Siapa yang akan
membiayai pemakamannya? Biasanya homeless dan orang jalanan yang
meninggal dunia, kremasinya akan dibiayai oleh negara, selanjutnya
abunya akan disimpan di kuil berhubung tidak diketahui dimana nisan
pemakaman keluarganya. Kasihan ya, ketika meninggal arwahnya tidak
bergabung dengan keluarganya.
Nah,
juragan. Apa sudah dipikirkan matang-matang bakalan menghabiskan sisa
umur di Jepang? Terbayang kan banyaknya uang yang akan dihabiskan jika
harus menyelenggarakan upacara kematian? Oops, bukan menakut-nakuti loh.
sumber : http://tutoriallku.blogspot.com/2011/09/jangan-mati-di-jepang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar